Nama :
Muhammad Zulfikar Lubis
NIM :
72154061
Semester : III (Tiga)
Mata
Kuliah : Akhlak Tasawuf
Program
Studi : Sistem Informasi
Fakultas : Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
(UIN-SU)
GERBANG TASAWUF
Dimensi Teoritis dan Praktis Ajaran
kaum Sufi
Penulis : Dr. Ja’far, MA
Penerbit : Perdana Publishing
Status : Buku Utama
A.
Pengertian
Tasawuf
Berdasarkan beberapa pendapat sufi, dapat diambil
kesimpulan bahwasanya tasawuf adalah suatu disiplin ilmu yang berkaitan dengan
penyucian jiwa manusia dalam rangka mengdekatkan diri / makrifat kepada Allah
Swt.
B.
Tasawuf
dalam Hierarki Ilmu – ilmu Islam
Ibn Khaldun berpendapat
bahwa ilmu dibagi menjadi dua jenis, yaitu ilmu – ilmuhikmah dan filsafat
(‘ulum al-hikmiyah al-falsafiyyah) yang diperoleh dengan akal manusia, dan ilmu
yang diajarkan dan ditransformasikan (‘ulum al-naqliyyah al-wadhi’iyah) yang
bersumber kepada syariat islam (Al-Qur’an dan Hadis).
Dari aspek pembahasan tasawuf membahas
empat pokok persoalan :
1.
Pembahasan tentang mujahadah
(al-mujahadah), zaud (al-dzaud), introspeksi diri (muhasabah al – nafs), dan
tingkatan – tingkatan spiritual (al-maqamat).
2.
Penyingkapan spiritual (al-kasyf) dan
hakikat-hakikat (al-haqiqah) alam gaib (‘alam al-gayb).
3.
Keramat wali (al-karamat)
4.
Istilah-istilah kaum sufi yang diungkap
setelah mabuk spiritual (al-syathahat).
Ibn Khaldun berpendapat
bahwa kebanyakan fukaha menolah ajaran kaum sufi tentang tasawuf. Menurut
al-Taftazani, dari abad ketiga sampai abad keempat hijriah, aliran tasawuf
terbagi menjadi dua :
1.
Tasawuf Sunni, yaitu aliran yang
memagari pengikutnya dengan Al-qur’an dan Hadis, serta mengaitkan ajaran
mereka, terutama keadaan dan tingkah rohani mereka, dengan kedua sumber ajaran
Islam.
2.
Tasawuf Falsafi, yaitu aliran yang
cenderung pada ungkapan-ungkapan ganjil (syathahat), memadukan antara visi
mistis dan visi rasional dan banyak mneggunakan terminology filosofis, bahkan
dipengaruhi banyak ajaran filsafat.
C.
Tujuan
Tasawuf
Beberapa pernyataan sufi mendukung penegasan bahwa
tujuan bertasawuf adalah bermakrifat kepada Allah. Tasawuf dibagi menjadi dua
mashab, yakni tasawuf akhlaki/amali (berkembang di dunia Sunni) dan tasawuf
falsafi (berkembang di dunia Syiah).
Tasawuf
Kontekstual, Solusi Problem Manusia Modern
Penulis : Prof. Dr. H.M.
Amin Syukur, MA
Penerbit : Pustaka Pelajar
Status : Buku
Pendamping
A. Mengenal Tasawuf
1. Definisi Tasawuf
Tasawuf
adalah suatu bidang ilmu keislaman dengan berbagai pembagian di dalamnya,
yaitu tasawuf akhlaqi, tasawuf amali, dan tasawuf
falsafi. Tasawuf akhlaqi berupa ajaran mengenai moral /
akhlak yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh
kebahagiaan yang optimal. Ajaran yang terdapat dalam tasawuf ini meliputi takhalli,
yaitu penyucian diri dari sifat-sifat tercela; tahalli, yaitu
menghiasi dan membiasakan diri dengan sifat perbuatan terpuji; dan tajalli,
yaitu tersingkapnya Nur Ilahi (Cahaya Tuhan) seiring dengan
sirnanya sifat-sifat kemanusiaan pada diri manusia setelah tahapan takhalli dan tahalli dilalui.
Tasawuf
amali berupa
tuntunan praktis tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada
Allah. Tasawuf amali ini identik dengan Tarekat
sehinggga bagi mereka yang masuk tarekat akan memperoleh bimbingan semacam
itu. Sementara tasawuf falsafi berupa kajian tasawuf
yang dilakukan secara mendalam dengan tinjauan filosofis denagn segala aspek
yang terkait di dalamnya.
Dari
ketiga bagian tasawuf tersebut, secara esensial semua bermuara pada penghayatan
terhadap ibadah murni (madhlah) untuk mewujudkan akhlak al karimah baik
secara individual maupun sosial.
2.
Tarekat dan Baiat
Baiat berarti janji setia untuk
melaksanakan suatu ajaran, dalam hal ini ajaran tarekat tertentu, baik dari
segi akidah , akhlak, maupun wirid. Biasanya didahului dengan membaca ayat
Al-Qur’an, Surat Al-Fath (48):10. Janji atau baiat ini ada sebagian ulama
tarekat yang membedakan tiga macam, yakni: bai’at
lil barakah (mencari berkah), bai’at husnudh dhan (berbaik sangka dalam arti barangkali
nanti bisa mengamalkannya), dan bai’at
littarbiyyah (untuk
pendidikan diri).
3.
Antara Zuhud, Sufi, dan
Qana’ah
Sufi
adalah istilah bagi orang yang melakukan perjalanan spiritual untuk mendekatkan
diri kepada Allah. sedangkan zuhud dan qana’ah, dalam istilah tasawuf berarti
jalan spiritual atau tahapan-tahapan spiritual (maqama) yang harus dilalui
seorang sufi.
Zuhud artinya sikap menjauhkan diri
dari segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia. Seseorang yang zuhud
seharusnya hatinya tidak terbelenggu atau hatinya tidak terikat hal-hal
yang bersifat duniawi dan tidak menjadikannya sebagai tujuan.
Adapun qana’ah adalah kepuasan jiwa
terhadap apa yang telah diberikan Allah kepadanya. Dalam hadist yang diriwayatkan
oleh Imam Thabrani dari Jabir RA, Nabi bersabda, “Qana’ah adalah harta yang
tidak pernah sirna”.
B. Mengenal Tuhan Lewat Tasawuf
1.
Pendekatan Diri Kepada
Allah
Tidak sedikit orang mengatakan bahwa
pada suatu hari dirinya merasa mantap dan khusyu’ dalam beribadah dan di lain
kesempatan ia merasa resah dan tidak dapat berkonsentrasi dalam beribadah.
Perasaan selalu dekat dengan dzat yang Maha Suci yaitu Allah, dalam Tasawuf
dikenal dengan nama muraqabah, yaitu perasaan dekat dengan Sang
Pencipta. Muraqabah adalah suatu keadaan (ahwal) atau suatu kondisi
kejiwaan yang diperoleh seseorang karena karunia Allah semata-mata. Artinya,
tidak ada satu amalan tertentu yang dapat dilakukan oleh seseorang dengan
target tertentu untuk mendapatkan ahwal ini, karena ahwal adalah
hak prerogratif Allah.
Kondisi kejiwaan selalu dekat dengan
Allah yang melahirkan perasaan takut akan tetapi sangat membahagiakan adalah
dambaan setiap hamba beriman, karena tersebut menjadikan seseorang merasa
selalu diperhatikan, dilihat, dan dijaga. Hal ini secara otomatis menjadikan
seseorang menghindari dan menjaga diri dari sesuatu yang dilarang Allah yang
pada muaranya pada tidak sekedar berfikir tetapi juga bertindak positif.
2.
Penghayatan yang
Terlupakan
Bangsa kita sedang dilanda krisis, tetapi yang paling parah
adalah krisis akhlak. Padahal, di negara kita mempunyai Pancasila dan 100%
masyarakatnya mempunyai agama. Apa yang salah? Yang salah adalah kurangnya
penghayatan nilai-nilai (sufistik) pada sebagian bangsa Indonesia ini. Sekarang
dijumpai kemungkaran dimana-mana, adalah merupakan bagian dari produk
pendidikan Pancasila dan pendidikan agama yang semakin gencar, namun jika
pengamalannya tidak dibarengi penghayatan sepenuh hati, akhirnya semua
nilai-nilai tadi berlalu begitu saja, tanpa meninggalkan bekas yang mendalam di
hati pengamalnya.
Padahal semua bentuk ibadah selalu memiliki pesan moral yang
baik, misalnya berpuasa, mengandung nilai moral berupa tolong-menolong,
hormat-menghormati sesama manusia, dan menghargai hak orang lain.
3.
Iman Bertambah dan
Berkurang
Secara
bahasa kata iman bersal dari bahasa Arab, amana, yu’minu, imanan yang
mengandung arti percaya, aman, melindungi, setia, atau menempatkan
sesuatu pada tempat yang aman. Junaid al Baghdadi, seorang tokoh sufi modern
pernah mengatakan bahwa: “Yakin menghilangkan keraguan ketika yang
ghaib menjadi jelas”.
Yakin
merupakan suatu keadaan di mana hati tidak lagi terombang-ambing dan tidak pula
berubah-ubah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa yakin adalah iman, tetapi
iman belum tentu yakin. Sebab, iman sendiri dapat bertambah dan berkurang
sesuai amal shaleh yang dikerjakannya (al-imanu yazidu wa yanqushu).
Iman menjadi bertambah manakala frekuensi amal shalehnya semakin meningkat dan
sebaliknya, iman menjadi berkurang ketika amal shalehnya menurun.
C. Zikir dan Do’a, Komunikasi Spiritual dengan Tuhan
1. Dzikir Khafi
Dzikir
Khafi adalah samar atau dzikir rahasia (sirr), atau denagn dzikir hati (qalbi).
Dzikir artinya ingat, ingat itu bisa secara lisan maupun secara batin (hati).
Dzikir lisan diharapkan bisa menuntun dzikir hati. Apabila seseorang sudah bisa
dzikir hati berarti bisa melakukan sikap dzikir, artinya setipa saat dia selalu
ingat kepada-Nya. Kemudian yang terakhir dzikir perbuatan (af’al)
artinya dzikir tadi tidak hanya bersifat pasif tetapi juga aktif, yakni
diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari. Seperti menyantuni kaum dhuafa (lemah),
membantu perbaikan jalan umum, perbaikan tempat pendidikan, dll.
Dalam
pengertian dzikir ialah mengucapkan dan melakukan apa saja yang baik menurut
agama dan sosial setempat. Demikian juga, amal shalih tidak hanya berupa
shalat, zakat, dan haji tetapi juga mencakup semua perbuatan yang baik
(shalih), niatnya ikhlas karena Allah dan bertujuan mendapat ridhaNya.
2.
Dzikir
Sebagai Penenang Jiwa
Jika
sedang resah dan gelisah dalam perjalanan atau dalam kondisi apapun, yang bisa
kita lakukan adalah dzikir (mengingat Allah). Allah berfirman: Ala
bidzikrillah tathmainnul qulub, yang artinya: “Bukankah dengan mengingat
Allah akan menenangkan hati”. Setelah berdoa dan menyerahkan diri kepada Allah
sebelum perjalana, selama perjalanan kita juga tidak lepas dari bermunajat
kepadaNya dengan selalu berdzikir.
Dzikir
dalam arti luas adalah tambahnya kesadaran bahwa Allah adalah sumber gerak,
sumber norma, sumber hidup, dan lain-lain. Sedangkan dalam arti sempit yaitu
mengucapkan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir.
3.
Doa
dan Munajat
Sebagaimana
firman Allah SWT QS. Ghafir/al-Mu’min (76): 60 “Dan Tuhan kalian telah
berfirman: Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan balasan kepada
kalian”. Ayat ini menganjurkan kepada umat manusia untuk memohon kepadaNya (du’a)
sebagai salah satu bentuk pengabdian kita kepadaNya (‘ibadah). Itulah
sebabnya dinyatakan pula al-du’a’ huwa al-‘ibadah (doa adalah
ibadah).
Inti dari
doa adalah ketergantungan kepada Allah SWT. Oleh karena itu salah satu etika
yang perlu ditunjukkan saat kita berdoa adalah menampakkan kebergantungan
kepada Allah SWT. Etika lainnya adalah hadirnya hati (sepenuh hati atau khusyu’)
juga tawadlu’, sebagaimana tertuang dalam QS. al-A’rat (7):55
“Berdoalah kepada Tuhan kalian denagn berendah hati dan suara yang lembut.”
Hadirnya
hati dalam berdoa tentunya dapat dirasakan manakala kita memahami apa yang kita
mohonkan kepada Allah SWT. Bahasa tubuh dan bahasa lisan hanya menguatkan
bahasa hati kita. Dengan alasan ini, berdoa dengan bahasa kita mengerti lebih
baik daripada menggunakan bahasa lain termasuk bahasa Arab tetapi tidak
kita pahami dan mengerti apa isinya. Nabi saw bersabda: “Berdoalah kapada Allah
SWT dengan penuh keyakinan, ketahuilah bahwa Allah tidak akan menjawab doa dari
hati yang lali lagi tidak hadir”.
Munajat secara konseptual memiliki
makna tabdul al-asrar wa al-awathif (pertukaran rahasia dan
perasaan). Maksudnya adalah terjadinya dialog intensif antara manusia dengan
Tuhannya. Istilah ini juga sering diungkapkan dalam makna doa juga, karena
isi munajat tidak jauh beda dengan permohonan namun
pelaksanaanya lebih intensif. Munajat dalam konsep tasawuf
identik dengan taqarrub (mendekatkan diri dengan Allah) hanya
saja taqarrub seseorang berangkat dari keinginan berada
sedekat mungkin dengan Allah, sementara bermunajat berangkat dari keinginan
memperoleh sesuatu yang dimohonkan kepada Allah secara terus menerus.
Akhlak
Tasawuf
Penulis : Prof.
Dr. H. Abuddin Nata, M.A.
Penerbit : PT. Raja
Grafindo Persada Jakarta
Status : Buku
Pendamping
A.
Pengertian
Ilmu Akhlak
Akhlak berasal dari Bahasa Arab, yaitu isim
mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu,
ikhlaqan, yang berarti kelakuan, tabi’at, watak dasar, kebiasaan
kelaziman, peradaban yang baik dan agama.
Dari segi istilah, Imam al-Ghazali mengatakan akhlak adalah
“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan
gampang dam mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”
Dalam Da’iratul Ma’arifat Ilmu akhlak adalah Ilmu tentang
keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya hingga terisi dengannya dan tentang
keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong daripadanya.
Pada akhirnya bisa dikatakan bahwa Ilmu Akhlak adalah Ilmu
yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang dalam keadaan
sadar, kemauan sendiri, tidak terpaksa dan sungguh-sungguh atau sebenarnya, bukan
perbuatan yang pura-pura.
1.
Pengertian Tasawuf
Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan
yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia sehingga tercermin
akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah
bidang kegiatan yang berhubungan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat
dengan Tuhan.
2.
Sumber
Tasawuf
Dikalangan
orientalis Barat, sumber yang membentuk tasawuf ada lima yaitu unsur Islam,
Masehi (Agama Nasrani), unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia.
a.
Unsur
Islam : munculnya tasawuf dikalangan ummat Islam bersumber pada dorongan ajaran
Islam dan factor situasi sosial dan sejarah kehidupan masyarakat pada umumnya.
b.
Unsur
Luar Islam : para orientalis Barat berpendapat adanya pengaruh Nasrani, Yunani,
Hindu Budha adalah karena agama-agama tersebut telah ada sebelum Islam.
c.
Unsur
Masehi : unsur-unsur yang diduga mempengaruhi tasawuf Islam adalah sikap fakir.
Menurut keyakinan Nasrani bahwa Isa bin Maryam adalah seorang yang fakir dan
injil juga disampaikan kepada orang yang fakir. Selanjutnya sikap tawakal
kepada Allah oleh seorang syaikh pun terlihat seperti pendeta, bedanya pendeta
dapat menghapuskan dosa.
d.
Unsur
Yunani : kebudayaan Yunani yaitu filsafat telah masuk pada masa Daulah
Abbasiyah, metode berfikir filsafat Yunani juga telah ikut mempengaruhi pola
berpikir sebagian umat Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan,
e.
Unsur
Hindu/Budha : terlihat berhubungan karena adanya sifat fakir, darwisy.
Al-Birawi mencatat bahwa ada kesamaan antara cara ibadah dengan mujahadah
tasawuf dengan Hindu. Dan ada sepertinya ada persamaan antara Sidharta Gautama
dengan Ibrahim bin Adham tokoh sufi.
f.
Unsur
Persia : sebenarnya Arab dan Persia punya hubungan sejak lama yakni hubungan
politik, pemikiran dan sastra.Kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia terjadi
melalui ahli-ahli tasawuf didunia ini. Tasawuf sendiri berlandaskan ajaran
Islam, tapi tidak dapat dipungkiri saat tasawuf berkembang menjadi pemikiran,
dia mendapat pengaruh dari filsafat Yunani, Hindu, Persia dan lain sebagainya
dan hal ini tidak hanya terjadi pada bidang tasawuf saja tapi juga pada bidang
yang lainnya.
C.
Hubungan
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf
Tujuan
tasawuf sendiri adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan
diri dari perbuatan tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji.
Dengan demikian dalam memperoleh tujuan bertasawuf, seseorang haruslah
berakhlak mulia.
KESIMPULAN
Dari ketiga buku yang saya baca, saya
dapat menyimpulkan bahwa tasawuf adalah suatu upaya untuk membebaskan diri dari
pengaruh kehidupan dunia dan lebih mementinkan kehidupan akhirat dan bertujuan
untuk menyucikan jiwa manusia untuk mendekatkan diri / makrifat kepada Allah
Swt.
0 komentar:
Posting Komentar