Minggu, 23 Oktober 2016

Nama                          : Muhammad Zulfikar Lubis
NIM                            : 72154061
Semester                     : III (Tiga)
Mata Kuliah              : Akhlak Tasawuf
Program Studi           : Sistem Informasi
Fakultas                     : Sains dan Teknologi
                                      Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU)

GERBANG TASAWUF
Dimensi Teoritis dan Praktis Ajaran kaum Sufi
Penulis : Dr. Ja’far, MA
Penerbit : Perdana Publishing
Status : Buku Utama

A.    Pengertian Tasawuf
Berdasarkan  beberapa pendapat sufi, dapat diambil kesimpulan bahwasanya tasawuf adalah suatu disiplin ilmu yang berkaitan dengan penyucian jiwa manusia dalam rangka mengdekatkan diri / makrifat kepada Allah Swt.

B.     Tasawuf dalam Hierarki Ilmu – ilmu Islam
Ibn Khaldun berpendapat bahwa ilmu dibagi menjadi dua jenis, yaitu ilmu – ilmuhikmah dan filsafat (‘ulum al-hikmiyah al-falsafiyyah) yang diperoleh dengan akal manusia, dan ilmu yang diajarkan dan ditransformasikan (‘ulum al-naqliyyah al-wadhi’iyah) yang bersumber kepada syariat islam (Al-Qur’an dan Hadis).
Dari aspek pembahasan tasawuf membahas empat pokok persoalan :
1.      Pembahasan tentang mujahadah (al-mujahadah), zaud (al-dzaud), introspeksi diri (muhasabah al – nafs), dan tingkatan – tingkatan spiritual (al-maqamat).
2.      Penyingkapan spiritual (al-kasyf) dan hakikat-hakikat (al-haqiqah) alam gaib (‘alam al-gayb).
3.      Keramat wali (al-karamat)
4.      Istilah-istilah kaum sufi yang diungkap setelah mabuk spiritual (al-syathahat).
Ibn Khaldun berpendapat bahwa kebanyakan fukaha menolah ajaran kaum sufi tentang tasawuf. Menurut al-Taftazani, dari abad ketiga sampai abad keempat hijriah, aliran tasawuf terbagi menjadi dua :
1.      Tasawuf Sunni, yaitu aliran yang memagari pengikutnya dengan Al-qur’an dan Hadis, serta mengaitkan ajaran mereka, terutama keadaan dan tingkah rohani mereka, dengan kedua sumber ajaran Islam.
2.      Tasawuf Falsafi, yaitu aliran yang cenderung pada ungkapan-ungkapan ganjil (syathahat), memadukan antara visi mistis dan visi rasional dan banyak mneggunakan terminology filosofis, bahkan dipengaruhi banyak ajaran filsafat.

C.    Tujuan Tasawuf
Beberapa pernyataan sufi mendukung penegasan bahwa tujuan bertasawuf adalah bermakrifat kepada Allah. Tasawuf dibagi menjadi dua mashab, yakni tasawuf akhlaki/amali (berkembang di dunia Sunni) dan tasawuf falsafi (berkembang di dunia Syiah).


Tasawuf Kontekstual, Solusi Problem Manusia Modern
Penulis : Prof. Dr. H.M. Amin Syukur, MA
Penerbit : Pustaka Pelajar
Status : Buku Pendamping

A.    Mengenal Tasawuf
1.      Definisi Tasawuf
Tasawuf adalah suatu bidang ilmu keislaman dengan berbagai pembagian di dalamnya, yaitu tasawuf akhlaqitasawuf amali, dan tasawuf falsafiTasawuf akhlaqi berupa ajaran mengenai moral / akhlak yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan yang optimal. Ajaran yang terdapat dalam tasawuf ini meliputi takhalli, yaitu penyucian diri dari sifat-sifat tercela; tahalli, yaitu menghiasi dan membiasakan diri dengan sifat perbuatan terpuji; dan tajalli, yaitu tersingkapnya Nur Ilahi (Cahaya Tuhan) seiring dengan sirnanya sifat-sifat kemanusiaan pada diri manusia setelah tahapan takhalli dan tahalli dilalui.
Tasawuf amali berupa tuntunan praktis tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah.  Tasawuf amali ini identik dengan Tarekat sehinggga bagi mereka yang masuk tarekat akan memperoleh bimbingan semacam itu.  Sementara tasawuf falsafi berupa kajian tasawuf yang dilakukan secara mendalam dengan tinjauan filosofis denagn segala aspek yang terkait di dalamnya.
Dari ketiga bagian tasawuf tersebut, secara esensial semua bermuara pada penghayatan terhadap ibadah murni (madhlah) untuk mewujudkan akhlak al karimah baik secara individual maupun sosial.
2.      Tarekat dan Baiat
Baiat berarti janji setia untuk melaksanakan suatu ajaran, dalam hal ini ajaran tarekat tertentu, baik dari segi akidah , akhlak, maupun wirid. Biasanya didahului dengan membaca ayat Al-Qur’an, Surat Al-Fath (48):10. Janji atau baiat ini ada sebagian ulama tarekat yang membedakan tiga macam, yakni: bai’at lil barakah (mencari berkah), bai’at husnudh dhan (berbaik sangka dalam arti barangkali nanti bisa mengamalkannya), dan bai’at littarbiyyah (untuk pendidikan diri).
3.      Antara Zuhud, Sufi, dan Qana’ah
Sufi adalah istilah bagi orang yang melakukan perjalanan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah. sedangkan zuhud dan qana’ah, dalam istilah tasawuf berarti jalan spiritual atau tahapan-tahapan spiritual (maqama) yang harus dilalui seorang sufi.
Zuhud artinya sikap menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia. Seseorang yang zuhud seharusnya hatinya tidak terbelenggu  atau hatinya tidak terikat hal-hal yang bersifat duniawi dan tidak menjadikannya sebagai tujuan.
Adapun qana’ah adalah kepuasan jiwa terhadap apa yang telah diberikan Allah kepadanya. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dari Jabir RA, Nabi bersabda, “Qana’ah adalah harta yang tidak pernah sirna”.

B.     Mengenal Tuhan Lewat Tasawuf
1.      Pendekatan Diri Kepada Allah
Tidak sedikit orang mengatakan bahwa pada suatu hari dirinya merasa mantap dan khusyu’ dalam beribadah dan di lain kesempatan ia merasa resah dan tidak dapat berkonsentrasi dalam beribadah. Perasaan selalu dekat dengan dzat yang Maha Suci yaitu Allah, dalam Tasawuf dikenal dengan nama muraqabah, yaitu perasaan dekat dengan Sang Pencipta. Muraqabah adalah suatu keadaan (ahwal) atau suatu kondisi kejiwaan yang diperoleh seseorang karena karunia Allah semata-mata. Artinya, tidak ada satu amalan tertentu yang dapat dilakukan oleh seseorang dengan target tertentu untuk mendapatkan ahwal ini, karena ahwal adalah hak prerogratif Allah.
Kondisi kejiwaan selalu dekat dengan Allah yang melahirkan perasaan takut akan tetapi sangat membahagiakan adalah dambaan setiap hamba beriman, karena tersebut menjadikan seseorang merasa selalu diperhatikan, dilihat, dan dijaga. Hal ini secara otomatis menjadikan seseorang menghindari dan menjaga diri dari sesuatu yang dilarang Allah yang pada muaranya pada tidak sekedar berfikir tetapi juga bertindak positif.
2.      Penghayatan yang Terlupakan
Bangsa kita sedang dilanda krisis, tetapi yang paling parah adalah krisis akhlak. Padahal, di negara kita mempunyai Pancasila dan 100% masyarakatnya mempunyai agama. Apa yang salah? Yang salah adalah kurangnya penghayatan nilai-nilai (sufistik) pada sebagian bangsa Indonesia ini. Sekarang dijumpai kemungkaran dimana-mana, adalah merupakan bagian dari produk pendidikan Pancasila dan pendidikan agama yang semakin gencar, namun jika pengamalannya tidak dibarengi penghayatan sepenuh hati, akhirnya semua nilai-nilai tadi berlalu begitu saja, tanpa meninggalkan bekas yang mendalam di hati pengamalnya.
Padahal semua bentuk ibadah selalu memiliki pesan moral yang baik, misalnya berpuasa, mengandung nilai moral berupa tolong-menolong, hormat-menghormati sesama manusia, dan menghargai hak orang lain.
3.      Iman Bertambah dan Berkurang
             Secara bahasa kata iman bersal dari bahasa Arab, amana, yu’minu, imanan yang mengandung  arti percaya, aman, melindungi, setia, atau menempatkan sesuatu pada tempat yang aman. Junaid al Baghdadi, seorang tokoh sufi modern pernah mengatakan bahwa: “Yakin menghilangkan keraguan ketika yang ghaib menjadi jelas”.
             Yakin merupakan suatu keadaan di mana hati tidak lagi terombang-ambing dan tidak pula berubah-ubah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa yakin adalah iman, tetapi iman belum tentu yakin. Sebab, iman sendiri dapat bertambah dan berkurang sesuai amal shaleh yang dikerjakannya (al-imanu yazidu wa yanqushu). Iman menjadi bertambah manakala frekuensi amal shalehnya semakin meningkat dan sebaliknya, iman menjadi berkurang ketika amal shalehnya menurun.

C.     Zikir dan Do’a, Komunikasi Spiritual dengan Tuhan
1.      Dzikir Khafi
Dzikir Khafi adalah samar atau dzikir rahasia (sirr), atau denagn dzikir hati (qalbi). Dzikir artinya ingat, ingat itu bisa secara lisan maupun secara batin (hati). Dzikir lisan diharapkan bisa menuntun dzikir hati. Apabila seseorang sudah bisa dzikir hati berarti bisa melakukan sikap dzikir, artinya setipa saat dia selalu ingat kepada-Nya. Kemudian yang terakhir dzikir perbuatan (af’al) artinya dzikir tadi tidak hanya bersifat pasif tetapi juga aktif, yakni diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari. Seperti menyantuni kaum dhuafa (lemah), membantu perbaikan jalan umum, perbaikan tempat pendidikan, dll.
Dalam pengertian dzikir ialah mengucapkan dan melakukan apa saja yang baik menurut agama dan sosial setempat. Demikian juga, amal shalih tidak hanya berupa shalat, zakat, dan haji tetapi juga mencakup semua perbuatan yang baik (shalih), niatnya ikhlas karena Allah dan bertujuan mendapat ridhaNya.
2.      Dzikir Sebagai Penenang Jiwa
Jika sedang resah dan gelisah dalam perjalanan atau dalam kondisi apapun, yang bisa kita lakukan adalah dzikir (mengingat Allah). Allah berfirman: Ala bidzikrillah tathmainnul qulub, yang artinya: “Bukankah dengan mengingat Allah akan menenangkan hati”. Setelah berdoa dan menyerahkan diri kepada Allah sebelum perjalana, selama perjalanan kita juga tidak lepas dari bermunajat kepadaNya dengan selalu berdzikir.
Dzikir dalam arti luas adalah tambahnya kesadaran bahwa Allah adalah sumber gerak, sumber norma, sumber hidup, dan lain-lain. Sedangkan dalam arti sempit yaitu mengucapkan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir.
3.      Doa dan Munajat
Sebagaimana firman Allah SWT QS. Ghafir/al-Mu’min (76): 60 “Dan Tuhan kalian telah berfirman: Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan balasan kepada kalian”. Ayat ini menganjurkan kepada umat manusia untuk memohon kepadaNya (du’a) sebagai salah satu bentuk pengabdian kita kepadaNya (‘ibadah). Itulah sebabnya dinyatakan pula al-du’a’ huwa al-‘ibadah (doa adalah ibadah).
Inti dari doa adalah ketergantungan kepada Allah SWT. Oleh karena itu salah satu etika yang perlu ditunjukkan saat kita berdoa adalah menampakkan kebergantungan kepada Allah SWT. Etika lainnya adalah hadirnya hati (sepenuh hati atau khusyu’) juga tawadlu’, sebagaimana tertuang dalam QS. al-A’rat (7):55 “Berdoalah kepada Tuhan kalian denagn berendah hati dan suara yang lembut.”
Hadirnya hati dalam berdoa tentunya dapat dirasakan manakala kita memahami apa yang kita mohonkan kepada Allah SWT. Bahasa tubuh dan bahasa lisan hanya menguatkan bahasa hati kita. Dengan alasan ini, berdoa dengan bahasa kita mengerti lebih baik daripada  menggunakan bahasa lain termasuk bahasa Arab tetapi tidak kita pahami dan mengerti apa isinya. Nabi saw bersabda: “Berdoalah kapada Allah SWT dengan penuh keyakinan, ketahuilah bahwa Allah tidak akan menjawab doa dari hati yang lali lagi tidak hadir”.
Munajat secara konseptual memiliki makna tabdul al-asrar wa al-awathif (pertukaran rahasia dan perasaan). Maksudnya adalah terjadinya dialog intensif antara manusia dengan Tuhannya. Istilah ini juga sering diungkapkan dalam makna doa juga, karena isi munajat tidak jauh beda dengan permohonan namun pelaksanaanya lebih intensif. Munajat dalam konsep tasawuf identik dengan taqarrub (mendekatkan diri dengan Allah) hanya saja taqarrub seseorang berangkat dari keinginan berada sedekat mungkin dengan Allah, sementara bermunajat berangkat dari keinginan memperoleh sesuatu yang dimohonkan kepada Allah secara terus menerus.



Akhlak Tasawuf
Penulis : Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.
Penerbit : PT. Raja Grafindo Persada Jakarta
Status : Buku Pendamping

A.    Pengertian Ilmu Akhlak
Akhlak berasal dari Bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata  akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, yang berarti kelakuan, tabi’at, watak dasar, kebiasaan kelaziman, peradaban yang baik dan agama.
Dari segi istilah, Imam al-Ghazali mengatakan akhlak adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dam mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”
Dalam Da’iratul Ma’arifat Ilmu akhlak adalah Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya hingga terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong daripadanya.
Pada akhirnya bisa dikatakan bahwa Ilmu Akhlak adalah Ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang dalam keadaan sadar, kemauan sendiri, tidak terpaksa dan sungguh-sungguh atau sebenarnya, bukan perbuatan yang pura-pura.

1.       Pengertian Tasawuf
Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.
2.       Sumber Tasawuf
Dikalangan orientalis Barat, sumber yang membentuk tasawuf ada lima yaitu unsur Islam, Masehi (Agama Nasrani), unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia.
a.       Unsur Islam : munculnya tasawuf dikalangan ummat Islam bersumber pada dorongan ajaran Islam dan factor situasi sosial dan sejarah kehidupan masyarakat pada umumnya.
b.      Unsur Luar Islam : para orientalis Barat berpendapat adanya pengaruh Nasrani, Yunani, Hindu Budha adalah karena agama-agama tersebut telah ada sebelum Islam.
c.       Unsur Masehi : unsur-unsur yang diduga mempengaruhi tasawuf Islam adalah sikap fakir. Menurut keyakinan Nasrani bahwa Isa bin Maryam adalah seorang yang fakir dan injil juga disampaikan kepada orang yang fakir. Selanjutnya sikap tawakal kepada Allah oleh seorang syaikh pun terlihat seperti pendeta, bedanya pendeta dapat menghapuskan dosa. 
d.      Unsur Yunani : kebudayaan Yunani yaitu filsafat telah masuk pada masa Daulah Abbasiyah, metode berfikir filsafat Yunani juga telah ikut mempengaruhi pola berpikir sebagian umat Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan, 
e.       Unsur Hindu/Budha : terlihat berhubungan karena adanya sifat fakir, darwisy. Al-Birawi mencatat bahwa ada kesamaan antara cara ibadah dengan mujahadah tasawuf dengan Hindu. Dan ada sepertinya ada persamaan antara Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin Adham tokoh sufi.
f.       Unsur Persia : sebenarnya Arab dan Persia punya hubungan sejak lama yakni hubungan politik, pemikiran dan sastra.Kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia terjadi melalui ahli-ahli tasawuf didunia ini. Tasawuf sendiri berlandaskan ajaran Islam, tapi tidak dapat dipungkiri saat tasawuf berkembang menjadi pemikiran, dia mendapat pengaruh dari filsafat Yunani, Hindu, Persia dan lain sebagainya dan hal ini tidak hanya terjadi pada bidang tasawuf saja tapi juga pada bidang yang lainnya.

C.    Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf
Tujuan tasawuf sendiri adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Dengan demikian dalam memperoleh tujuan bertasawuf, seseorang haruslah berakhlak mulia.


KESIMPULAN

Dari ketiga buku yang saya baca, saya dapat menyimpulkan bahwa tasawuf adalah suatu upaya untuk membebaskan diri dari pengaruh kehidupan dunia dan lebih mementinkan kehidupan akhirat dan bertujuan untuk menyucikan jiwa manusia untuk mendekatkan diri / makrifat kepada Allah Swt.
Baca Lebih Lanjut